Dilantiknya Joko Widodo dan KH. Ma’ruf Amin sebagai pasangan presiden dan wakil presiden RI periode 2019 – 2024 beberapa hari yang lalu, menandakan dibukanya lembaran baru Indonesia di bawah kepemimpinan presiden dan wakil presiden baru untuk lima tahun kedepan. Dengan kepemimpinan baru ini, tentu kita mengharapkan adanya pembaharuan dalam berbagai lini kehidupan berbangsa dan bernegara kita.
Pembaharuan ini mutlak dibutuhkan, mengingat selama lima tahun terakhir kita telah menjalani iklim kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak sehat, bahkan tidak normal. Penyebabnya tentu adalah pertarungan politik yang membelah bangsa pada dua kubu yang terus-menerus berseteru. Jika perseteruan itu terjadi dalam lima bulan dalam lima tahun, tentu itu wajar. Namun apa yang terjadi jika perseteruan politis antar anak bangsa ini terjadi setiap hari dalam lima tahun, dengan kemungkinan masih berlanjut pada lima tahun berikutnya? Kita semua tentu sudah tahu apa jawabannya.
Baca Juga: Mewaspadai Perpecahan Umat
Maka, kita berharap, bagaimana sekiranya pemimpin baru ini bisa menghadirkan keadilan terhadap seluruh bangsa, menegakkan supremasi hukum, memberantas korupsi tanpa tebang pilih, serta menjamin kesejahteraan warga negara, dengan cara membikin harga-harga terjangkau dan menyalurkan subsidi secara tepat. Jika pemerintah masih belum mampu mewujudkan hal di atas, maka adalah hak setiap warga negara untuk mengkritik atau menasihati pemerintah, dengan cara-cara yang baik dan legal.
Selain itu, pemerintah juga harus memberikan perhatian pada urusan harmoni antar anak bangsa, yang telah retak akibat perseteruan politis tadi. Kita melihat, bagaimana saat ini satu golongan menjadikan golongan lain sebagai musuhnya, ormas A tampak senantiasa berseteru dengan ormas B, padahal mereka sama-sama ormas Islam, dan sama-sama anak bangsa. Jika kita tidak segera menemukan solusi untuk problem ini, maka akibat terparahnya adalah disintegrasi bangsa yang sangat mengerikan.
Baca Juga: Antitesis Kemarahan Umat
Namun demikian, selain kita berharap pada pemerintah baru untuk bisa melakukan pembaharuan pada aspek-aspek urgen di atas, kita juga berharap bagaimana sekiranya umat Islam secara khusus, dan bangsa Indonesia secara umum, memiliki kesadaran individual untuk ikut memulihkan harmoni antar anak bangsa yang telah retak ini. Hal ini bisa kita lakukan dengan dua hal berikut:
Pertama, berhenti saling menghujat dan berseteru dengan sesama anak bangsa. Mari kita mulai melangkah pada aksi-aksi yang konstruktif, dengan saling bekerjasama dalam hal-hal yang kita sepakati, dan bertoleransi dalam hal-hal yang tidak kita sepakati. Kalaupun ada penyimpangan dari salah satu atau lain pihak dari anak bangsa, maka berikanlah nasihat atau kritik yang baik dan konstruktif. Persaingan yang tak sehat di antara kita perlu segera diubah dengan berlomba-lomba dalam kebaikan.
Kedua, berhenti menghujat pemimpin atau pemerintah. Karena bagaimana pun menghujat pemimpin bukan ajaran Islam. Yang diajarkan oleh Islam adalah nasihat atau kritik yang baik, serta mendoakan pemimpin atau pemerintah. Menghujat, mencaci maki, atau melaknat pemerintah korup jelas tak akan membikin mereka jadi jujur. Tapi menasihati dan mendoakan mereka, sangat mungkin bisa mengubah keadaan, karena tak ada sesuatu yang mustahil bagi Allah.
Moh. Achyat Ahmad/sidogiri