Beberapa waktu yang lalu kita dihebohkan dengan pernyataan seorang tokoh yang mengatakan bahwa Islam di Indonesia ini, atau yang dia istilahkan dengan Islam Nusantara, adalah Islam yang sejati. Karena Islam di Indonesia ini disebarkan dengan cara yang damai. Sedangkan Islam di dunia Arab atau Timur Tengah adalah Islam abal-abal, karena disebarkan dengan peperangan, atau penjajahan. Bagaimana kita menanggapi pernyataan sedemikian?
Jawaban
Keumuman dari pernyataan tersebut jelas membahayakan, karena juga bisa mencakup terhadap zaman kenabian dan Khulafa’ur-Rasyidin. Jika yang mengatakan bahwa Islam disebarkan dengan peperangan itu adalah orientalis non-Muslim atau orang awam, misalnya, tentu bisa kita maklumi, karena memang kebanyakan orientalis senantiasa berusaha mencitrakan Islam sebagai agama yang buruk, sedang orang awam masih dangkal pengetahuan Islamnya. Tapi jika yang mengatakan itu adalah Muslim yang dianggap tokoh dan jenius, tentu tidaklah termaafkan.
Padahal, jumhur mazhab fikih mengatakan bahwa illat dari perang yang dilakukan oleh Nabi dan para shahabat itu adalah “harabah” (memerangi), yang didefinisikan dengan “zhuhuru ‘alamatil- ‘udwan” (munculnya tanda-tanda permusuhan). Jadi jika sudah ada pihak lawan yang memunculkan tanda-tanda permusuhan, seperti memprovokasi, melanggar perjanjian, menangkap atau membunuh delegasi, maka itu sudah cukup sebagai syarat untuk mengerahkan tentara perang, tentu setelah sebelumnya dilakukan usaha-usaha yang damai. Itulah yang misalnya dilakukan oleh Nabi kepada sebagian suku Yahudi di Madinah.
Nah, hal serupa tentu juga akan dilakukan oleh negara manapun yang berdaulat, di zaman modern kita saat ini. Adanya manuver pesawat suatu negara yang memasuki teritorial negara lain tanpa izin saja sudah cukup membikin suatu negara siap siaga secara militer, apalagi persoalannya sampai pada merusak perjanjian, pengkhianatan, pembunuhan utusan, pencaplokan wilayah kekuasaan, dan yang semacamnya. Tak pelak itu bisa memantik terjadinya peperangan. Jika kita bisa memaklumi hal ini, maka mestinya kita juga harus memahami situasi pada masa Nabi dan shahabat.
Hal lain, mengatakan bahwa Islam di Indonesia itu Islam sejati yang lebih baik dari di Timur Tengah yang abal-abal, sebenarnya hanya praduga dan ungkapan subjektif, yang didorong oleh sikap fanatik lokal, yakni fanatik pada Islam Nusantara. Buktinya Islam di Timur Tengah tetap menjadi rujukan hingga hari ini. Para pelajar di Indonesia masih berbondong-bondong belajar Islam ke sana, dan tidak ada masyarakat Arab yang berbondong-bondong belajar Islam ke Indonesia.
Baca juga: Atas nama Islam Nusantara
Baca juga: Indonesia Islam Sebelum Rasul Wafat!