Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad bin Thayyib bin Muhammad al-Baqilani al-Qadhi, yang terkenal dengan sebutan Abu Bakar al-Baqillani. Beliau dilahirkan tahun 338 H di Bashrah, dari keluarga tukang sayur, karena itu beliau dikenal dengan sebutan al-Baqilani. Di masa kecil beliau belajar di kota Bashrah (Baqila’ dalam bahasa Indonesia berarti sayuran), setelah beranjak dewasa beliau kemudian pergi ke Baghdad dan mengambil ilmu yang banyak dari para ulamanya. Setelah menjadi orang alim dan cukup berpengaruh, al-Baqilani diangkat menjadi al-Qadhi pada masa pemerintahan ‘Addu al-Daulah al-Buwaihi tahun 372 H, dan dia diangkat menjadi rektor di Universitas al-Mansur kota Baghdad, punya aktifitas halaqah ilmiyah yang di hadiri banyak jamaah di sana.
Selain itu Abu Bakar Al-Baqilani menjadi diplomat Daulah Buwaihi, yang di kirim ke berbagai negeri untuk menjadi mediator Sultan Buwaihi. Beliau juga memberikan pengaruh keilmuan kepada pejabat kerajan, putra Addu al-Daulah merupakan murid setia alBaqilani, bahkan Addu al-Daulah sendiri merupakan orang yang berpaham Muktazilah, dengan dakwah yang halus dari al-Baqilani, Addu al-Daulah dan seluruh anggota keluarga kerajaan menjadi berpaham akidah Asyariyah.
Ulama dengan Keistiqamahan yang Tinggi
Abu Bakar al-Baqilani punya kebiasaan shalat malam sebanya 20 raka’at, ia tidak meninggalkannya baik saat di rumah maupun dalam perjalanan, dan setelah shalat ia istiqamah menulis 35 lembar dan semuanya berasal dari hafalannya. Selesai shalat fajar, ia mengajarkan hasil tulisannya kepada murid-muridnya, dan ia memerintahkan mereka untuk membacakan hasil tulisan tersebut, dari situlah beliau menuliskan tambahan sebagai hasil koreksi.
Al-Baqilani merupakan orang yang wara’ dan berpegang teguh pada agama, tak ingin kegiatan ibadahnya diketahui orang. Abu Hatim Mahmud al-Qazwaini berkata: “Kewaraan dan keteguhan agamanya jauh lebih banyak daripada yang tampak, ia menampakkan sebagian kecil ibadahnya karena murka pada orang kafir dan ahli bidah dan tak ingin ulama Ahlussunnah diremehkan ibadahnya oleh mereka ”.
Kisah tentang Kejeniusannya
Al-Baqilani merupakan ulama yang punya kecerdasan yang mengagumkan dan spontan. Dikisahkan suatu hari Addu ad-Daulau mengirim al-Baqilani sebagai duta kepada Raja Romawi. Ketika ia sampai di pintu masuk kerajaan, Kaisar Romawi merendahkan ketinggian pintu agar al-Baqilani masuk menunduk dan terlihat rukuk pada sang raja, hal ini disadari oleh al-Baqilani, dengan jenius ia memutar badan dengan punggung membelakangi pintu sehingga masuk pintu dengan menghadapkan pantatnya pada Raja. Hal itu langsung membuat terkejut dan malu Sang Raja.
Setelah dipersilahkan duduk al-Baqilani bertanya pada pendeta yang kebetulan berada di samping raja
“Bagaimana keadaanmu dan keadaan anak-isterimu?”
Para pendeta pun diam dan Sang Raja langsung marah dan berkata, “Apakah kamu tidak tahu kalau pendeta-pendeta kami tidak pernah menikah?”
“Kamu menyucikan pendetamu, sedangkan tuhanmu kau tuduh beristri dan beranak?” tutur al-Baqilani.
Sang Raja bertambah marah, dan mengatakan, “Apa pendapatmu tentang gosip Aisyah?”
Al-Baqilani berkata, “Jika Aisyah pernah digosipkan berzina, sesungguhnya Maryam juga pernah digosipkan berzina -dan keduanya adalah perempuan suci-, namun Aisyah tidak punya anak, sedangkan Maryam punya anak, manakah yang lebih mencurigakan?” maka Sang Raja pun takluk dalam diskusinya.
Baca juga: Dr. Said Ramadhan Al-Buthi; Lentera Umat Islam dari Bumi Syam
Karya-Karyanya
Al-Baqilani merupakan ulama yang produktif dan kreatif, namun kebanyakan karya al-Baqilani hilang dan tidak sampai kepada kita. Menurut sebagian riwayat ia telah menyusun 70.000 lembar halaman tentang pembelaan terhadap Agama. Setiap malam ia berhasil menuangkan pikiran ke dalam tulisan sebanyak 35 lembar halaman. Kebanyakan karyanya menolak faham Rafidhah, Muktazilah, Mujassimah dan aliran sesat lainnya.
Karangan beliau yang terdokumentasikan tidak sampai lima puluh karya, ada beberapa yang sudah dicetak, diantaranya:
I’jazul Qur’an, kitab pertama beliau yang diterbitkan dan paling tinggi nilainya.
At-Tamhid fir-Raddi alal-Mulhidah wal Mu’aththilah wal Khawarij wal Muktazilah.
Al-Ibanah fi Ibthal Madzhab Ahlil Kufri wadh-Dhalal.
Risalatul-Hurrah.
Al-Bayan Bainal-Mu’jizat wal-Karamat wal Hiyal wal Kahanah was Sihri wa Nairinjat.
Al-Inshaf, dan masih banyak yang lainnya.
Al-Baqilani di Mata Ulama Lain Al-Baqilani punya reputasi baik di mata ulama lain, banyak sanjungan yang dilontarkan ulama-ulama besar pada beliau, diantaranya:
Syaikh Abu al-Qasim bin Burhan berkata: “Barangsiapa yang mendengarkan diskusi ilmiah Abi Bakar maka dia tidak akan kagum lagi pada ucapan yang lain, karena kefashihannya dan keindahan kata-katanya”
Ibnu al-Ahdal berkata: “Al-Baqilani merupakan orang yang wara’ tak pernah didengar kesalahan maupun kekurangan tentangnya, di dalam dirinya dipenuhi ibadah, keteguhan pada agama dan menjaga diri dari perbuatan yang buruk”
Adz-Dzahabi berkomentar: “Al-Baqilani adalah orang yang tsiqqah, menjadi pemimpin keilmuan, dan sangat jenius”
Al-Khatib al-Baghdadi berkata, “Aku mendengar Abu Bakar al-Khawarizmi mengatakan bahwa setiap pengarang kitab di Baghdad masih butuh menukil kitab ulama lain, selain Abu Bakar al-Baqilani, sesungguhnya semua ilmunya dan ilmu ulama lain tercangkup di dalam dadanya”.
Beliau wafat pada hari sabtu di bulan Dzul Qa’dah tahun 403 H dan dishalatkan oleh putranya yang bernama Al-Hasan, kemudian disemayamkan di rumahnya, sebelum akhirnya dipindah ke pemakaman Bab Harb, di dekat persemayaman Imam Ahmad bin Hanbal. Pusara Abu Bakar al-Baqilani terbilang keramat, sering di datangi peziarah, dan dibuat Istighatsah untuk mendatangkan hujan saat kemarau panjang
Fauzan Imron/sidogiri