Sering kita jumpai nama al-Qaffal ketika kita membuka kitab-kitab fikih. Secara bahasa kata al-Qaffal bermakna tukang kunci atau ahli kunci. Namun, tidak semuanya demikian, karena ulama dan pakar yang menyandang nama al-Qaffal ini bukan hanya satu tapi ada tiga ulama, yang semuanya mumpuni di berbagai bidang disiplin ilmu terlebih ilmu fikih.

Pertama, dalam Siyar A’lâmin-Nubalâ` (XVI/283) dan Thabaqatusy-Syafi’iyyah Al-Qaffal asy-Syasyi, seorang pakar fikih, ushuli dan bahasa. Namanya adalah Abu Bakar Muhammad bin Ali bin Ismail bin asy-Syasyi asy-Syafi’i, lebih masyhur dengan al-Qaffal al-Kabir. Seorang imam di daerah Transoxiana yang memiliki banyak karangan. Al-Hakim berkata: “Beliau orang paling berilmu tentang ushul fikih di antara penduduk Transoxiana dan paling banyak melakukan perjalanan dalam mencari hadits”. Imam as-Sam’ani mengatakan, “Al-Qaffal memiliki banyak karya yang tidak ada padanannya kala itu.

Beliau orang pertama yang mengarang Buku al-Jadal al-Hasan minal-Fuqahâ`. Beliau juga mengomentari kitab karya Imam Asy-Syafi’i, yakni Syarhur-Risâlah”. Dari beliau tersebar fikih syafi’iy di Transoxiana. Di samping itu, karya-karya monumental beliau adalah Dalâ`ilun-Nubuwwah dan Mahâsinusy-Syarî’ah.

Imam Al-Hulaimi termasuk juga yang memuji al-Qaffal dengan mengatakan: ”Imam al-Qaffal adalah orang paling alim di antara orang yang saya jumpai dari ulama pada masanya. Imam An-Nawawi berkata dalam at-Tahdzîb-nya: “Jika disebutkan al-Qaffal asy-Syasyi maka yang dimaksudkan adalah ini. Dan jika disebutkan al-Qaffal al-Marwazi maka ia adalah al-Qaffal ash-Shaghir”. Beliau meninggal pada Dzul Hijah tahun 365 H.

Kedua, Abu Bakar Abdullah bin Ahmad bin Abdullah al-Marwazi al-Khurasani, atau dikenal dengan al-Qaffal ash-Shaghir. Terampil dalam membuat gembok hingga bisa membuat gembok dengan alatnya dan kunci gembok itu. Ketika berusia 30 tahun, ia merasakan dirinya cerdas dan ia menyukai fikih, maka ia mulai mempelajarinya sampai menjadi pakar. Di samping lihai dalam fikih beliau juga ahli tasawuf. Beliau pemilik tarekat al-Khuraniyin.

Ada banyak ulama yang juga menyanjung al-Qaffal Ash-Shaghir ini. Pakar fikih Nashir al-‘Umari berkata: “Tidak ada pada zamannya yang lebih faqih dari dia, dan tidak ada sesudahnya yang semisal dia. Dahulu saya mengatakan bahwa dia (seperti) malaikat dalam bentuk manusia”. Abu Bakar as-Sam’ani berkata dalam Amâlî-nya: “Beliau tiada duanya pada zamannya secara fikih, hafalan, kewarakan dan kezuhudan. Ia memiliki atsar (peninggalan) dalam madzhab yang tidak dimiliki oleh yang lain dari penduduk di zamannya. Tarekatnya tumbuh berkembang dalam mazhab Syafii yang diemban oleh sahabat-sahabatnya sebagai tarekat yang paling berisi dan paling banyak perealisasian. Para fuqaha di eranya dari berbagai penjuru menimba ilmu kepadanya. Beliau meninggal pada tahun 417 H pada Bulan Jumadul Akhir dalam usia 90 tahun dan pendengarannya sudah sangat berkurang sebab ia mendengar pada usia paruh baya dan sebelumnya).

Dalam Thabaqâtusy-Syâfi’iyah al-Qaffal inilah yang disebut dengan tukang gembok atau ahli kunci, karena pada awalnya beliau berprofesi membuat gembok. Di antara karyanya adalah Syarhut-Talkhîsh sebanyak dua jilid, Syarhul-Furû’ satu jilid, dan Kitâbul-Fatâwâ satu jilid.

Ketiga, dalam al-A’lâm karya Imam Khairuddin az-Zirikli ada ulama yang juga berjuluk al-Qaffal. Namanya adalah Muhammad bin Ahmad bin Husain bin Umar, Abu Bakar asy-Syasyi al-Qaffal al-Faruqi, digelari Fakhrul-Islâm (Kebanggaan Islam), al-Mustazhhiri, penghulu Syafi’iyah di Irak pada eranya. Dilahirkan di Miya Fariqin pada al-Muharam tahun 329 H. Ia berpindah ke Baghdad dan mengajar di sana di Madrasah an-Nizhamiyah (tahun 504 H) dan terus berlanjut sampai wafat.

Di antara bukunya adalah Hilatul- ‘Ulamâ` fî Ma’rifati Madzâhibil-Fuqahâ`. Beliau dikenal dengan al-Mustazhhiri karena buku itu ditulis untuk Imam al-Mustazhhir Billah. juga al-Mu’tamad, Syarhu Mukhtashar al-Muzani, al- Fatâwâ dikenal dengan Fatâwâ asy-Syâsyi, dan al-‘Umdah fî Furû’isy-Syâfi’iyah.

Beliau belajar fikih kepada Qadhi Miya Fariqin Abu Manshur ath-Thusi murid Syekh Abu Muhammad dan Ali al-Kazaruni pengarang al-Ibânah. Ketika ath-Thusi diberhentikan dan kembali ke negerinya, ia masuk ke Baghdad dan menyibukkan diri menempa ilmu kepada Syekh Abu Ishaq asy-Syirazi dan mulazamah dengannya sampai ia mengenalnya. Al-Qaffal juga membaca asy-Syâmil kepada Ibnu Shabbagh.

Sebagaimana lazimnya ulama dahulu, Al-Qaffal juga demikian, beliau seorang yang bermartabat, tawadhu, warak dan luas keilmuannya. Pada mulanya beliau digelari al-Junaid karena sangat menonjolkan kewarakannya. Setelah kematian gurunya, kepemimpinan mazhab diserahkan padanya. Adz-Dzahabi berkata tentangnya: “Dalam akidah beliau adalah pengikut Asy’ariyah, juga ahli tasawuf.

Pada Syawal tahun 507 beliau berpulang ke rahmatullah dan dimakamkan bersama gurunya di satu kubur yang sama.

Di antara karya beliau adalah Kitab al-Hilyah dalam dua jilid. memuat perbedaan-perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Kitab ini beliau tulis dan dipersembahkan untuk Khalifah al-Mustazhhir Billah. Sebab itu ia digelari al-Mustazhhiri. Selain kitab di atas, ada juga Kitab at-Targhîb fîl- ‘Ilmi satu jilid yang mencakup masalah furu’ plus dalil-dalilnya, juga Kitab al- ‘Umdah dalam bentuk ringkasan.

Dengan demikian, dalam mazhab Syafi’i ada tiga ulama besar dengan laqab yang sama, yakni al-Qaffal al-Kabir (291-365 H) atau Al-Qaffal asy-Syasi nisbat kepada tempat kelahirannya. Berikutnya, al-Qaffal al-Marwazi (327-417 H). Digelari al-Qaffal karena profesinya membuat gembok (qaffal), dan juga disebut al-Qaffal ash-Shaghir untuk membedakan dia dari al-Qaffal asy-Syasyi al-Kabir. Lalu yang terakhir adalah al-Qaffal al-Mustazhhiri (429-507 H).

Afifuddin/sidogiri

Baca juga: Maulid Antara Bidah Dan Maslahah

Baca juga: Biografi Ibnu Mujahid, Penghimpun Tujuh Imam Qira’at

Spread the love