Ngapunten Kiai, saya hanya mau curhat kepada Panjenengan. Semoga Panjenengan berkenan. Saya bukan siapa-siapa. Hanya seorang guru Madrasah Diniyah di Jember. Itupun madrasahnya hanya jenjang Ibtidaiyah. Belum ada Tsanawiyah, apalagi Aliyah dan Ma’had Ali.

Saya sangat mantap untuk menjadi jamaah NU. Bukan hanya karena orangtua saya NU. Bukan hanya karena guru-guru saya NU. Bukan hanya karena pesantren saya NU. Bukan hanya karena mertua saya NU. Bukan hanya karena masyarakat saya NU. Tapi, yang jauh lebih mendasar dari semua itu adalah karena saya meyakini kebenaran manhaj dan pandangan NU, baik dalam akidah, syariah, maupun tasawuf.

Tapi, di balik kemantapan itu, akhir-akhir ini saya merasa ada yang hilang dari diri saya. Yaitu, kebanggaan hati saya terhadap beberapa elite NU saat ini, karena satu hal dan beberapa hal, terutama setelah viralnya beberapa pernyataan kontroversial yang  mengundang polemik panjang. Seandainya yang gerah dengan kontroversi para elite itu hanyalah orang-orang di luar NU, saya masih bisa termaklumi oleh alasan perbedaan manhaj keagamaan kita dan mereka. Tapi, ketika yang gerah justru saudara dan teman-teman kami sesama NU, maka saya tidak bisa membohongi diri bahwa kontroversi tersebut memang sudah jauh dari manhaj NU yang sesungguhnya.

Baca juga: Presiden dari Pesantren

Ngapunten Kiai, saya hanya ingin tenang dan tenteram dalam jamiyah ini. Sebagai orang awam yang tidak mengerti apa-apa tentang isu-isu nasional dan global, kecuali sekadar kulit luarnya saja, saya tidak berpikir muluk-muluk. Saya hanya ingin melihat NU yang sesungguhnya, seperti tergambar dalam beberapa tulisan Kiai Hasyim Asy’ari yang sempat saya baca. Meskipun, mungkin saja saya salah dalam memahami isinya, karena saya hanya guru Ibtidaiyah… Oleh karena itu, saya mohon untuk tidak terus menerus menebar kontroversi agar kami bisa menumbuhkan rasa bangga dan rasa takzim yang tulus kepada para elite kami, khususnya kepada Panjenengan sebagai nakhoda utama…

Ingin sekali rasanya saya mencium tangan Panjenengan dengan kemantapan dan ketakziman hati, seperti saat saya mencium tangan Kiai Nawawi bin Abd. Djalil, Kiai Maimoen Zubair, Habib Taufiq Assegaf, Kiai Ma’ruf Amin, Kiai Sadid Jauhari, serta kiai-kiai lain yang pernah saya sowani…

*Adalah tulisan Ahmad Dairobi, Redaktur Senior Sidogiri Media, di akun facebooknya ‘Ahmad Dairobi’ tertanggal 29 April 2018 pukul 22.00 WIB. Tulisan ini, sebagaimana dikonfirmasi kepada penulis, merupakan keresahan hati penulis setelah kembali menyebarnya video kontrofersial KH. Said Aqil Siradj, Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdhatul Ulama beberapa waktu lalu. Di postingannya, tulisan ini tidak memiliki judul. Judul ditambahkan setelah mendapatkan persetujuan penulis.

Baca Juga: Mengaktualkan Maulid Nabi

Spread the love