Sebagai sebuah metode, Al-Miftah tidak disusun untuk menghapus kitab aslinya. Ia dilahirkan untuk memudahkan para pembelajar dalam memahami kitab aslinya dan kitab-kitab lainnya. Dikenalkan pada tahun 2013, kini metode Al-Miftah sudah menjamah berbagai kawasan dan kalangan. Tentu saja ini menjadi salah satu bingkisan terbaik untuk para santri di momen Hari Santri Nasional, sebagai upaya memasyarakatkan kembali kitab kuning. Simak wawancara N. Shalihin Damiri dari Sidogiri Media dengan Ust. A. Qusyairi Ismail, Koordinator Metode Al-Miftah, berikut ini.

Bagaimana perkembangan Al-Miftah?

Secara umum, alhamdulillah Al-Miftah sudah berkembang pesat. Bukan hanya Jawa Timur, tapi seluruh Indonesia sebetulnya. Itu dibuktikan di antarnya dengan penjualan kitab dan (bertambahnya) pengguna. Setiap mengadakan pelatihan di (kantor) IASS itu, dari berbagai penjuru datang dan setiap selesai mengikuti pelatihan mereka menerapkan di tempat masing-masing. Kami juga membuat grup di WA (WhatsApp). Untuk jumlah pasnya saya kurang tahu, tetapi yang terdata sudah ratusan lembaga, ratusan guru dan sekitar 18.000 murid. Itu yang terdata saja. Jadi perkembangannya, alhamdulillah semakin maju.

Kalau pengguna Al-Miftah dan yang berafi liasi ke Pesantren Sidogiri, ya, alhamdulillah. Mudah. Baca Fathul Qarib di usia dini itu menjadi hal biasa. Bahkan bukan di Sidogiri saja yang menghafal, di sebagian lembaga yang ikut Sidogiri juga banyak yang sudah menghafal matan Taqrib, Fathul Qarib. Bayangkan menghafal Fathul Qarib. Ya bagus perkembangannya. Ini yang berafiliasi ke Sidogiri.

Kita menginginkan sebetulnya nanti, sejak dini mereka di samping bisa baca Fathul Qarib juga bisa membaca kitab lain dan bisa menghafal banyak kitab matan. Ini sedang kita garap di Sidogiri sebagai percontohan. Bagaimana hafalan yang menjadi tradisi ulama salaf itu kita kembalikan lagi. Sekarang anak yang hafal mutuh sudah berapa? Zubad, Jauharut-Tauhid, Alfiyah dan sekarang sudah mulai menghafal Hadis. Jadi lembaga yang berafiliasi juga semangat nantinya karena sudah dicontohkan.

Motivasi awal pembuatan metode ini apa?

Saya di Batartama bertugas di Bagian Kurikulum. Di antara tugas kurikulum itu adalah meneliti perjalanan pendidikan di Sidogiri. Ternyata target yang ditetapkan oleh Majelis Keluarga itu sedikit tercapai.

Jadi target awalnya itu, bagaimana di Ibtidaiyah sudah bisa baca kitab sendiri, Tsanawiyah sudah (bisa baca) kitab lain, Aliyah sudah pengembangan. Ternyata dari beberapa nilai yang didapat, sampai Aliyah masih banyak yang belum bisa baca kitab sendiri. Maka kami yang bertugas di Batartama mengkaji itu, akhirnya berkesimpulan harus ada semacam lembaga. Atas perintah Majelis Keluarga, dibuatlah instansi Idadiyah dan metode Al-Miftah itu.

Itu adalah usaha bagaimana kira-kira memutus lingkaran yang enggak selesai-selesai itu. Bagaimana anak sejak awal sudah punya bekal baca kitab. Jadi ini berangkat sebetulnya dari evaluasi itu, evaluasi target yang tidak tercapai. Akhirnya Majelis Keluarga memerintahkan untuk membuat ini. Jadilah Idadiyah dan Al-Miftah.

Target untuk masa depan pengguna Al-Miftah?

Jadi targetnya, bagaimana gairah baca kitab ini betul-betul semarak, tidak menakutkan. Itu targetnya. Bagaimana kira-kira masyarakat bisa menggali hukum dari kitab kuning, kitab salaf. Tidak hanya dari terjemahan. Jadi betul-betul orisinil, bukan dari terjemahan. Itu targetnya.

Jadi gampangnya, baca kitab itu digandrungi, mudah dan tidak serem. Itu terus kita gerilyakan dan kita upayakan bagaimana dengan Al-Miftah ini baca kitab bisa betul-betul merata. Seluruhnya bisa merasakan, nasional bahkan internasional. Orang yang tidak kenal akhirnya kenal. Lembaga pendidikan yang jauh dari kitab kuning akhirnya juga semarak. Karena Al-Miftah bisa masuk pada semua lembaga, bukan hanya pesantren dan madrasah, tetapi lembaga umum juga bisa masuk. Itu sudah terbukti.

Seperti apa trik pengembangan Al-Miftah?

Al-Miftah itu merupakan paduan (kitab) yang dikemas. Sebetulnya Al-Miftah itu kitab al-Ajurumiyah yang dimodif dan ditambahi beberapa kitab nahwu yang lain. Kita membidik senangnya anak-anak dulu. Bagaimana kiranya mereka senang belajar nahwu. Makanya dimodif dengan tampilan, skema-skema, lagu-lagu dan warna-warni. Ini yang dominan di Al-Miftah.

Isinya, ya, sama dengan nahwu yang lain, cuma banyak yang kita modif. Susunannya sekiranya praktis. Jadi isim dulu diselesaikan, kalau belum selesai jangan bahas yang lain. Baru kemudian beranjak ke fi’il sampai tuntas. Kemudian praktik. Sebagian metode itu, belum tuntas isim sudah menampilkan praktik di situ.

Sehingga (Al-Miftah) bisa masuk ke semua lini, tanpa mengubah isi dan membuat istilah-istilah baru. Jadi jika belajar Ajurrumiyah, Imrithi, mereka langsung kenal karena tidak ada istilah dan rumus baru.

Ada harapan mengembangkan metode lain?

Kita sedang menggarap itu. Tapi itu hanya sekadar pancingan untuk mempermudah memahami kitab aslinya. Balaghah kita modif dan skemakan juga sebelum mereka baca langsung ke kitab aslinya. Sama dengan Al-Miftah Nahwu ini. Ini adalah pancingan kepada Jurmiyah dan Imrithi. Bagaimana setelah paham Al-Miftah mereka bisa mudah ngaji Ajurrumiyah dan Imrithi. Jadi bukan berarti ingin menghapus itu. Bukan membuang, tetapi memancing. Ada tangga untuk naik ke sana.

Pesan jenengan?

Mari kita sama-sama semangat. Jangan hanya berhenti di ‘baca’ saja. Bisa baca kitab itu tidak ada apa-apanya kalau tidak baca dan mengamalkan. Kunci baca kitab itu agar mereka membaca dan mengamalkan. Kalau hanya berhenti di bisa baca, ya, sangat tidak berhasil. Sebagian bahkan ada yang merasa sudah bisa baca kitab, sudah cukup. Itu masih bukan apa-apa. Umpama perjalanan, itu masih langkah awal.

Jadi mari semangat. Teruskan. Setelah bisa baca, bacalah kitab. Setelah bisa baca kitab, amalkan apa yang dibaca. Kemudian keluarkan dalam bentuk yang bermanfaat hasil bacaannya. Gampangnya bisa bikin kitab. Jadi semangat belajar membaca, mari membaca, amalkan dan sampaikan pada orang lain baik melalui lisan maupun tulisan. Ini baru akan betul-betul mewarnai negara kita. Jadi jangan hanya berhenti di ‘baca’ saja.

Baca juga: Hal Penting Dalam Membaca Al Quran

Spread the love