“Pada edisi kali ini, Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari membahas rezeki Allah yang berupa ketaatan. Beliau mengatakan bahwa apabila seorang hamba mendapatkan rezeki berupa ketaatan, lalu dia tidak menghitung-hitung ketaatannya. Dengan kata lain, dia tidak merasa bahwa dengan ketaatannya dia akan masuk surga atau terhindar dari panasnya api neraka. Bahkan, dia hanya merasa cukup dengan adanya Allah yang Maha Segalanya. Sehingga, ketaatannya tidak membuatnya merasa aman dari siksa Allah. Hal ini menunjukkan bahwa dirinya telah mendapatkan dua nikmat yang sangat besar: nikmat lahir dan nikmat batin.
Ketaatan yang dimaksud adalah ketaatan untuk mengikuti aturan syariah, yaitu dengan mengerjakan semua yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi semua yang dilarang oleh Allah. Ketaatan ini menjadi satu-satunya jalan untuk sampai pada keridhaan Allah setelah membangun akidah yang benar di dalam hati dan menyempurnakannya dengan perilaku jasmani.
Ketika seorang hamba sudah nyaman dengan ketaatan, sesuai dengan perintah al-Quran dan Hadis, maka tidak ada harapan terbesar darinya kecuali mendapatkan ampunan dari Allah. Artinya, semua yang kita lakukan, termasuk ibadah-ibadah, ketaatan-ketaatan, serta menjauhi semua yang Allah larang, tidak lain adalah harapan utama untuk mendapatkan pengampunan dari Allah, karena manusia adalah tempatnya salah dan dosa.
Sebelum melanjutkan pembahasan, berikut beberapa dalil terkait kalam hikmah ini, salah satunya adalah firman Allah dalam al-Quran:
“Dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan (sedekah) dengan hati penuh rasa takut (karena mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya.” (QS. Al-Mukminun: 23 [60])
Lihatlah firman Allah di atas! Allah menceritakan orang-orang yang mengerjakan kewajiban berupa sedekah, akan tetapi mereka tidak merasa bahwa dengan ketaatan itu mereka merasa akan selamat. Bahkan hati mereka merasa takut tidak aman dari segala akan kembali kepada Allah.
Perhatikan juga firman Allah berikut ini:
“Mereka takut kepada Tuhan yang (berkuasa) di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka).” (QS. An-Nahl: 16 [50])
Sangat jelas dalam ayat di atas bahwa seorang hamba yang mengerjakan segala ketaatan tetap menyimpan rasa takut kepada Allah. Seandainya perbuatan taat manusia ada kaitannya dengan keselamatan mereka di hari kelak, tentu saja orang-orang yang sudah berbuat taat tidak akan lagi merasakan kekhawatiran dan ketakutan. Namun, nyatanya Allah menyampaikan hal yang sebaliknya. Maka sangat jelas bahwa memang amal ketaatan seorang hamba tidak menjamin keselamatannya kelak di akhirat.
Satu ayat lagi Allah menyampaikan dalam al-Quran:
“Dan sungguh, Aku Maha Pengampun bagi yang bertobat, beriman, dan berbuat kebajikan, kemudian tetap dalam petunjuk.” (QS. Taha: 20 [82])
Perhatikan kata ‘Aku Maha Pengampun’, di mana Allah menegaskan bahwa Dia akan memberikan ampunan (maghfirah) bagi hambanya yang bertobat, beriman, dan berbuat kebajikan. Jika Allah memberi ampunan bagi orang yang berdosa lalu bertaubat, itu sudah lazim. Namun, apa maksudnya Allah memberi pengampunan bagi hamba yang sudah beriman dan berbuat kebajikan? Jelas artinya harapan terbesar orang yang sudah beriman dan berbuat kebajikan sekalipun adalah mendapatkan maghfirah dari Allah.
Hal semacam ini juga diperkuat oleh banyak hadis dari Rasulullah. Bukankah kita sudah tahu bahwa Rasulullah adalah manusia yang terjaga (ma’shum)? Beliau tidak pernah melakukan perbuatan dosa yang menuntut permohonan ampun (istighfar). Bahkan, beliau sangat istikamah mengerjakan amalan-amalan baik yang tidak mampu dikerjakan oleh orang lain.
Rasulullah mengerjakan shalat sampai kaki mulia beliau bengkak. Namun demikian, dalam hadis lain dijelaskan bahwa Rasulullah setiap hari membaca istighfar sebanyak 100 kali. Di hadis lain dijelaskan bahwa Rasulullah setiap hari membaca istighfar lebih dari 70 kali. Tentu ini semua menjelaskan bahwa ketaatan seorang hamba tidak membuat dirinya merasa aman dari segala mara bahaya. Rasulullah saja sebagai manusia paling mulia, paling dicintai Allah, paling tekun beribadah, masih istikamah meminta ampun setiap harinya tidak kurang dari 70 kali. Apalagi kita manusia yang sangat sering melakukan kesalahan dan kealpaan.
Maka sungguh benar apa yang disampaikan oleh Syekh Ibnu Athaillah dalam kalam hikmah ini, ‘Apabila Allah telah memberimu rezeki berupa ketaatan, dan engkau merasa cukup dengan Allah tanpa memedulikan amal ketaatanmu, maka ketahuilah bahwa Allah telah melimpahkan kepadamu nikmat lahir dan batin.’
Akhirnya, semoga kita semua diberi rezeki ketaatan oleh Allah dan diberi rezeki untuk mencukupkan hati dengan adanya Allah saja. Amin ya mujibas-sailin.”