Jauh sebelum ada wacana Provinsi Madura, pada 1948 pernah terbentuk Negara Madura. Negara Madura dibentuk atas rekayasa Van der Plas yang saat itu menjadi Gubernur Belanda di Jawa Timur dan merupakan tangan kanan Van Mook. Wilayah Negara Madura meliputi Pulau Madura dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
Pada 16 Januari 1948, Raden Soerjowinoto (selanjutnya ditulis Tjakraningrat) mengumpulkan para pemimpin dari kabupaten Bangkalan, Pamekasan, Sumenep, dan Sampang. Ia sendiri merupakan Bupati Bangkalan ketiga dan terlama setelah ayahnya dan saudaranya sendiri. Bergelar Raden Adipati Ario (R.A.A) Tjakraningrat, yang juga bernama Tjakraningrat XII. Gelar ini ia peroleh sejak 1920. Tjakraningrat mengisi jabatan bupati sejak 1918 hingga 1948.
Berkumpulnya para pemimpin Madura tersebut menghasilkan Komite Penentuan Kedudukan Madura yang mengeluarkan resolusi: memutuskan hubungan Madura dengan Republik Indonesia, menetapkan Madura sebagai negara merdeka dari Negara Indonesia Serikat, dan memohon Tjakraningrat untuk menjadi wali negara. Resolusi ini kemudian dimintakan persetujuan kepada rakyat Madura.
Terbentuknya Negara Madura
Pada 23 Januari 1948 diselenggarakan pemungutan suara di 2.000 desa di Madura. Hasilnya, 90,82 persen dari total 305.546 pemberi suara mendukung pembentukan Negara Madura sebagai negara merdeka dari Negara Republik Indonesia. Pada saat pemungutan suara, pihak Belanda terlibat dengan cara melakukan berbagai tekanan dan menangkapi serta menahan orang yang tidak disukainya. Tepat pada tanggal 20 Februari 1948 pemerintah Hindia Belanda mengakui berdirinya negara Madura. Tjakraningrat terpilih sebagai wali negara Madura.
Menurut Muryadi, dosen sejarah Universitas Airlangga, kesediaan Tjakraningrat sebagai wali negara Madura dapat dijelaskan dalam hubungan antara penguasa Madura dan Jawa kala itu. Pada zaman kerajaan, Madura selalu berada di bawah kerajaan-kerajaan besar di Jawa, terutama Mataram. Ketika berkonfl ik dengan penguasa Jawa, pemimpin Madura meminta bantuan Belanda.
“Ketakutan terhadap dominasi Jawa ini rupanya menjadi beban sejarah yang terus teringat oleh para pemimpin lokal Madura,” kata Muryadi.
Baca Juga : 14 NOVEMBER 1963 PERJANJIAN YANG (KONON) MERUGIKAN BANGSA INDONESIA
Sementara itu, dalam tesisnya di Universitas Indonesia tahun 2000, Sumardi menulis, “Selain untuk melemahkan Republik Indonesia, tujuan Belanda mendirikan Negara Madura tidak seperti di Jawa Timur dan Jawa Barat sebagai lumbung padi. Belanda menjadikan Madura sebagai benteng pengaman Negara Jawa Timur.”
Usia Negara Madura cukup singkat. Tak lama setelah Hindia Belanda mengakui terbentuknya Negara Madura, tantangan serius mulai berdatangan, baik dari Republik Indonesia maupun orang Madura sendiri. Penolakan pun tak dapat dielakkan. Bagi rakyat Madura, ujar Sumardi, bentuk federasi memerlukan biaya besar, sementara Madura tak punya pendapatan memadai untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan.
Rakyat Madura
Penolakan rakyat Madura atas berdirinya Negara Madura diwujudkan dalam bentuk berdirinya organisasi gerakan perjuangan hingga dalam bentuk aksi massa secara besar-besaran. Salah satu organisasi gerakan yang sangat keras dalam menolak berdirinya Negara Madura adalah Gerakan Perjuangan Madura. Organisasi ini berpusat di Pamekasan, namun memiliki cabang di sejumlah daerah, misalnya Surakarta, Madiun, Nganjuk, Kediri, Blitar, Turen, Jombang, Babat dan Tuban. Gerakan ini bertujuan agar rakyat Madura memperjuangkan pulau Madura tetap dalam lingkungan NKRI.
Baca Juga: 7 FEBRUARI 1989 TRAGEDI TALANGSARI
Selain organisasi tersebut, terdapat organisasi lain yaitu Panitia Perjuangan Madura. Komite ini dibentuk pada 26 Februari 1948, anggotanya adalah putraputra Madura yang tinggal di sejumlah wilayah di luar Madura.
Rakyat Madura melakukan demonstrasi besar-besaran ke gedung DPR. Massa menuntut Tjakraningrat meletakkan jabatan. Karena Tjakraningrat sedang sakit, Wakil Wali Negara Zainal Fatah Notoadikusumo menerima demonstran. Massa demonstran terus mendesak agar dewan dibubarkan. Ketika itu, Zainal Fatah mengatakan kepada para demonstran bahwa Wali Negara sudah menyerahkan kekuasaan kepada Komisaris Republik Indonesia Serikat (RIS) di Madura.
Reaksi para demonstran tidak dapat dibendung lagi. Sidang akhirnya secara aklamasi mengambil keputusan menyetujui tuntutan rakyat untuk membubarkan dewan. Dalam proses pembubaran Negara Madura, dibentuklah Panitia Pelaksana Resolusi DPR Madura. Panitia ini beranggotakan wakil-wakil DPR Madura dan organisasi rakyat. Penyerahan jabatan Wali Negara ini kemudian diikuti dengan pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat Madura, terjadi pada 15 Februari 1950.
Baca Juga: TOLERANSI DAN ISU MEMECAH BELAH NKRI
Pada 7 Maret 1950, Gubernur Jawa Timur Samadikun mengangkat R. Soenarto Hadiwidjojo sebagai residen Madura. Kemudian pada tanggal 19 Maret 1950, terbit Surat Keputusan Presiden RIS, Soekarno, yang isinya menetapkan daerah Madura sebagai Karesidenan dari Republik Indonesia. Dengan demikian sejak itu Madura kembali berada di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
N. Shalihin Damiri/sidogiri