Ketika diucapkan kata “ p e m i k i r a n e k s t re m”, agaknya yang terbesit di kebanyakan kepala orang adalah pikiran-pikiran keras, kaku dan destruktif, semacam Khawarij pada masa lalu atau ISIS pada masa kini. Padahal pemahaman seperti itu masih separuh benar. Sebab itu masih merupakan salah satu model pemikiran ekstrem, yang lebih tepatnya diistilahkan dengan ekstrem kanan.
Karena di samping itu masih ada pemikiran yang “ekstrem kiri”, di mana ciri khasnya adalah anti kemapanan dalam magama, sehingga mereka cenderung mmenerobos segala apa yang menjadi ketetapan agama; memperbolehkan apa yang dilarang oleh agama dan sebaliknya. Mereka membikin agama seperti tak punya standar apapun yang layak dipertahankan, sehingga agama ditundukkan pada kecenderungan manusia.
Penyebab dari pemahaman yang masih setengah matang itu barangkali karena para pemikir yang ekstrem kiri lebih berhasil melakukan propaganda dalam melawan kubu ekstrem kanan; berhasil mempopulerkan pemikiran ekstrem kanan sebagai produk yang sangat berbahaya, sekaligus berhasil membranding pihak mereka sendiri (ekstrem kiri) sebagai pemikiran yang ramah, soft, cool dan maju.
Padahal, baik pemikiran yang ekstrem kanan maupun yang ekstrem kiri sama-sama merupakan problem dalam umat dan kebatilan yang mesti diluruskan. Sehingga, problem yang kita hadapi bukan hanya pemikiran-pemikiran sesat dari kedua kubu (ekstrem kanan dan ekstrem kiri), melainkan juga berbagai propaganda yang mereka lancarkan untuk membranding diri mereka; mencitrakan bahwa pemikiran merekalah yang benar.
Faktanya kini yang terjadi adalah, betapa banyak umat Islam, terutama dari kalangan awam, yang telah menjadi korban propaganda pencitraan dari kedua belah kubu, sehingga sebagian dari kita ada yang berusaha meng-counter pemikiran kanan, namun tanpa terasa mereka justru memakai pola pikir yang digunakan oleh para pemikir yang ekstrem kiri. Bagaimanapun, cara seperti itu justru menimbulkan masalah baru alih-alih bisa menyelesaikan masalah yang ada.
| BACA JUGA : FANATISME DAN KEPENTINGAN
Contoh paling mutakhir bisa kita lihat dari dibuatnya film “My Flag: Merah Putih vs Radikalisme” yang kontroversial itu. Bagaimanapun, film ini ditujukan untuk melawan pikiran-pikiran keagamaan kaku yang menjadi ciri khas para pemikir ekstrem kanan. Namun masalahnya, film dengan tujuan yang baik itu dibikin justru oleh orang-orang awam yang tidak memahami pokok permasalahan.
Pertama, mereka tidak paham apa itu hakikat radikalisme sehingga mereka mengidentifikasi cadar sebagai simbol radikalisme. Akhirnya, film tersebut tidak saja menampilkan kelucuan atau keganjilan, namun lebih dari itu juga menampilkan kejahilan pembuatnya.
Kedua, selain tidak paham esensi radikalisme, pembuat film juga tidak paham bagaimana cara meng-counter radikalisme itu. Akhirnya mereka menempuh cara-cara yang dilakukan kalangan liberalis (pemikir kiri) dalam berhadap-hadapan dengan kelompok kanan. Berarti para pembuat film telah termakan oleh propaganda liberal -kalau kita tidak mengatakan bahwa mereka itu memang sudah liberal.