Salah satu keistimewaan umat Rasulullah adalah adanya sanad dalam tradisi keilmuan mereka. Jika diruntut, Rasulullah mengajarkan Islam kepada para shahabat, kemudian para shahabat mengajarkannya kepada para tabiin, kemudian diteruskan oleh tabiit-tabiin, hingga ajaran Islam tersebut sampai kepada kita melalui para ulama. Kesinambungan mata rantai inilah yang kemudian menjadikan ajaran agama Islam tetap terjaga dan tidak terdistorsi.
URGENSITAS SANAD KEILMUAN
Sebagai agama yang sempurna, Islam memiliki konsep yang sangat lengkap dalam berbagai bidang, salah satunya adalah transmisi keilmuan. Orisinalitas ajarannya sangat terjaga dengan adanya sanad. Secara bahasa, sanad berarti bersandar. Sedangkan secara terminologi, sanad adalah jalur matan, yakni rangkaian para perawi yang memindahkan matan dari sumber primernya.
Jika ditilik dari sejarahnya, tradisi penyebutan sanad ini dimulai dari tradisi pembelajaran hadis. Setelah terbunuhnya Sayyidina Utsman bin Affan, orang-orang mulai menanyakan sumber hadis yang dia dapat. Jika hadis itu diterima dari orang-orang Ahlussunah, maka akan diambil sebagai dalil, tetapi jika hadis itu diambil dari ahli bidah, maka akan ditolak.
Imam Malik, pengarang kitab al-Muwaththâ’, adalah salah seorang ulama besar yang menulis kitab tentang hadis dan âtsâr. Ketika mendiktekan cabang-cabang ilmu fikih dan beliau membutuhkan dalil untuk menjawab suatu permasalahan, maka beliau akan menyebutkan sanad-sanad hadis dari gurunya. Dari sini bisa dilihat bahwa tradisi penyampaian ilmu dengan menyebutkan sumbernya sudah ada sejak zaman awal-awal Islam, sehingga tidak mengherankan jika ajaran Islam terus terjaga hingga sekarang.
Kemudian apabila diterapkan dalam masalah keilmuan, maka sanad adalah penyebutan dan peruntutan nama-nama guru, sejak awal hingga akhir. Sanad menjadi bagian tak terpisahkan dari jaringan ilmu dan para penyebar ilmu (ulama). Artinya, suatu ilmu benar-benar bisa diketahui dari mana sumbernya, siapa penyampainya, dan bagaimana isinya, itu dari adanya sanad keilmuan, sehingga sangat sulit atau bahkan tidak mungkin mengalami perubahan ajaran sejak disampaikan pertama kali oleh Rasulullah.
Urgensitas Sanad
Mengenai urgensitas sanad ini, para ulama banyak memberikan komentar secara khusus. Imam Abdullah bin al-Mubarak pernah berkata:
مَثَلُ الَّذي يَطْلُبُ أَمْرَ دِينِهِ بِغَيْرِ إِسْنَادٍ كَمَثَلِ الَّذِي يَرْتَقِي السَّطْحَ بِغَيْرِ سُلَّمٍ
“Perumpamaan orang yang mencari urusan agama tanpa sanad seperti halnya orang yang naik ke atap tanpa melalui tangga.”
Hampir sama dengan perkataan Imam Abdullah bin al-Mubarak adalah perkataan Imam asy-Syafi`i,
مَثَلُ الَّذي يَطْلُبُ ٱلْحَدِيثِ بِلَا إِسْنَادٍ كَمَثَلِ حاطِبِ لَيْلٍ
“Perumpamaan orang yang mencari hadis tanpa sanad itu seperti orang yang mencari kayu bakar di malam hari.”
Imam Sufyan ats-Tsauri berkata,
اَلْإِسْنَادُ سِلَاحُ الْمُؤْمِنِ فَإِذَا لَمْ يَكُنْ مَعَهُ سِلَاحٌ فَبِأَيِّ شَيْءٍ يُقَاتِلُ
“Sanad adalah senjata orang mukmin. Jika dia tidak memiliki senjata, maka dengan apa dia berperang?”
Ketika menafsiri firman Allah surah az-Zukhruf ayat 44 yang berbunyi:
وَإِنَّهُ لَذِكْرٌ لَكَ وَلِقَوْمِكَ
Imam Malik berkata, “(itu) adalah perkataan seseorang, ‘telah mengabarkan kepadaku ayahku dari kakekku, dan seterusnya.’” Imam al-Auza’i bahkan mengatakan bahwa hilangnya suatu ilmu itu karena hilangnya sanad.
Sebagaimana diterangkan oleh Imam Abu Hatim Muhammad bin Idris ar-Razi, sanad merupakan keistimewaan yang hanya dimiliki oleh umat Rasulullah. Sejak masa Nabi Adam sampai sebelum diutusnya Rasulullah tidak ada orang-orang terpercaya yang menjaga âtsâr para rasul kecuali umat ini, sehingga di antara umat-umat terdahulu kitab-kitab dan ajarannya banyak tercampur dengan yang lain.
Dari beberapa pernyataan di atas bisa dipahami bahwa sanad, khususnya dalam bidang Hadis, memiliki urgensitas yang sangat tinggi. Ketika orisinalitas hadis sudah terjaga, maka ilmu-ilmu yang lain juga akan terjaga orisinalitasnya, sebab ilmu-ilmu yang lain banyak mengambil dari Hadis Nabi sebagai sumber pijakan.
| BACA JUGA : YANG TERSISA DARI BAITUL HIKMAH
Bisa dibayangkan jika seandainya tidak ada sanad dalam agama Islam. Sejak wahyu pertama diterima oleh Rasulullah, hingga saat ini sudah terpisah lebih dari 14 abad. Tentu semakin lama akan semakin banyak pula orang-orang yang meriwayatkan al-Quran, Hadis, maupun ilmu-ilmu yang lain. Kuantitas perawi yang semakin banyak, jika tidak diimbangi dengan metode periwayatan yang selektif dan berkesinambungan akan berpotensi terjadinya kesalahan-kesalahan periwayatan maupun riwayat-riwayat palsu. Tentu saja hal ini akan sangat berbahaya terhadap orisinalitas ajaran Islam. Oleh karena itu, Imam Abdullah bin al-Mubarak pernah berkata:
“Sanad itu bagian dari agaman. Andai tidak ada sanad, niscaya orang-orang bisa berkata apa saja yang dia kehendaki.” Dengan adanya sanad, kesinambungan dan kemurnian ajaran Islam terus terjaga hingga hari kiamat.
Pesantren dan kemurnian ajarannya
Salah satu lembaga yang berperan penting dalam menjaga orisinalitas keilmuan adalah pesantren. Hingga saat ini pesantren masih memegang teguh pertanggungjawaban dan perizinan dalam pengajaran ilmu yang jelas dan terpercaya. Hal ini bisa dilihat dari setiap pelajaran yang diajarkan di pesantren pasti memiliki kesinambungan sanad dari satu guru ke guru sebelumnya hingga ke pengarang kitabnya, lalu terus bersambung lagi hingga ke Rasulullah. Inilah yang menjadikan ajaran Islam terus terjaga kemurniannya, baik dari sisi pemahaman maupun kualitasnya.
Imam Muslim pernah meriwayatkan perkataan Imam Ibnu Sirin, salah satu ulama besar dari kalangan tabiin:
إِنَّ هٰذَا الْعِلْمَ دِينٌ فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ
Sesungguhnya ilmu ini adalah agama. Maka dari itu, perhatikanlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.”
Maqâlah Imam Ibnu Sirin di atas menegaskan bahwa dalam memilih guru harus benar-benar orang yang ahli dan bisa dipercaya, tidak bolehnya sembarangan.
Di pesantren, pada umumnya ketika selesai pengajian satu kitab akan diberikan secarik kertas yang berisi sanad dari mana sang guru mendapatkan keterangan kitab tersebut. Pemberian sanad ini berfungsi menghindarkan dari taklid buta, sehingga para santri yang mengaji benar-benar tahu dari mana ilmu itu diambil. Tentu akan berbeda antara orang yang mengetahui sumber ilmunya dengan orang yang tidak tahu. Orang yang tahu sumber ilmunya akan lebih mantap ketika mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
Wal-hashîl, ada beberapa poin yang perlu digaris bawahi, yaitu sanad memiliki urgensitas yang sangat tinggi, baik itu dalam periwayatan al-Quran, Hadis, maupun ilmu-ilmu yang lain. Kesinambungan sanad di antara para ulama di zaman ini hingga ke Rasulullah menjadikan ajaran agama Islam tetap terjaga orisinalitasnya, sehingga orang-orang yang tidak bertanggung jawab tidak mudah mendistorsi atau membuat riwayat palsu.





