SUDAH DI KENAL BANGSA ABBASIYAH DAN UMAYAH ANDALUSIA
MEMASUKI milenium ketiga, Islam terus melesat sebagai agama dengan perkembangan terpesat. Tragedi 9/11 justru memantik minat orang-orang Barat untuk mengenal Islam dan mempelajari al-Quran. Fenomena menggembirakan ini terus berlanjut di semua negara-negara Barat, baik di Eropa, Amerika, maupun benua Australia.
Sebagai gambaran sederhana, di kota London saja, sudah ada 110 gereja yang dibeli oleh umat Islam. Selain menjadii bukti pesatnya Islam, hal ini juga menunjukkan runtuhnya dominasi Kristen sebagai agama terbesar di jagad raya.
Tidak jauh beda dengan negara-negara Eropa lainnya, perkembangan Islam di negara-negara Skandinavia terus meningkat. Menurut Executive Direktur Al Risalah Scandinavian Foundation Swedia, Hussein Aldaoudi, di lima negara Skandinavia (Swedia, Denmark, Norwegia, Islandia dan Finlandia) telah berdiri pusat pusat studi Islam seiring dengan terus bertambahnya populasi Muslim di setiap negara. Padahal, kawasan Skandinavia selama ini dipandang sebagai kawasan yang paling akhir memeluk Islam, serta populasi umat Islamnya paling sedikit dibandingkan belahan bumi lainnya.
Di Denmark misalnya, menurut Malik Larsen, seorang peneliti non-Muslim, jumlah masjid di Denmark meningkat, dari 105 masjid pada tahun 2006 sekarang lebih dari 150 masjid. Bahkan masjid masjid tersebut sudah terdaftar di Kerajaan Denmark. Selain masjid, jumlah sekolah Islam dan komunitas-komunitas Muslim pun bertambah tiap tahun.
Padahal, di negeri ini pernah terjadi pelecehan terhadap Islam. Salah satu media di Denmark, Jyllands-posten memuat 12 gambar karikatur Nabi Muhammad pada tahun 2005, sehingga memancing kemarahan umat Islam di seluruh dunia.
Di Norwegia, jumlah mualaf terus meningkat. Pada akhir 1990-an, jumlah mualaf setiap tahunnya 500 orang. Jumlah ini bertambah menjadi 3.000 orang di tahun 2015 dan pada tahun 2017 meningkat menjadi hampir 8.000 orang.
“Di tengah kehidupan yang sepenuhnya bebas, Islam datang sebagai sebuah agama religius yang menawarkan alternatif,” ujar Kari Vogt, sejarawan agama dari University of Oslo, Norwegia.
| BACA JUGA : ANTITESIS KEMARAHAN JUMAT
Perkembangan Islam di Swedia tak kalah menggembirakan. Di sebuah masjid Turki di Stockholm, setiap Jumat ada minimal sepuluh orang mualaf baru yang berikrar syahadat. Di Masjid ini, non Muslim diizinkan masuk oleh pengurus masjid untuk mendengarkan tausiah serta lantunan ayat-ayat al-Quran, sehingga banyak di antara mereka yang mendapat hidayah lalu memeluk Islam.
Ada hal menarik lain dari ibu kota Swedia ini. Setiap 25 Desember, muda-mudi Islam menggelar seminar internasional dengan mengundang dai kelas dunia. Kegiatan ini untuk mencegah para pemuda pemudi Islam ikut merayakan Natal bersama kawan-kawan mereka.
Awal interaksi Islam-Viking
Pembahasan mengenai kapan Islam bersentuhan dengan bangsa Viking senantiasa menarik untuk dikaji. Dari waktu ke waktu, bukti-bukti arkeologis yang ada terus mengungkap informasi informasi baru dan semakin menyingkap tabir misteri yang selama ini menyelimuti.
Jauhnya negeri-negeri Islam dari kawasan Skandinavia di barat laut Eropa melahirkan asumsi bahwa mereka baru terislamkan setidaknya di abad pertengahan, pada masa Khilafah Ottoman. Sumber-sumber sejarah hingga akhir era Abbasiyah maupun era Umayyah di Andalusia tidak banyak merekam proses Islamisasi kawasan Eropa tengah dan utara, lebih-lebih kawasan Skandinavia.
Namun demikian, interaksi antara umat Islam dan bangsa Viking pada era klasik telah ditemukan dalam sumber sumber klasik. Amir ke-4 Daulah Umayah Andalusia, Abdurrahman II (Abdurrahman al-Ausath) pada tahun 230 H atau sekitar 845 M mengutus Yahya bin al-Hakam al-Bakri atau Yahya al-Ghazzal (156-250 H) untuk menemui seorang raja Majusi di= kawasan utara. Penyair pengagum Abu Nuwas itu melaporkan sebuah pulau atau semenanjung yang mungkin merupakan wilayah kekuasaan raja Denmark, Horik I (827-854 M). Catatan ini direkam oleh sejarawan Andalusia terkemuka, Ibnu Dihyah al-Kalbi (544-633 H) dalam karyanya, Al-Muththarib min Asy‘ari Ahlil Maghrib.
Penelitian-penelitian barumenyebutkan bahwa delegasi Amir Abdurrahman II diutus untuk negosiasi politik, mengingat beberapa waktu sebelumnya bangsa Viking menyerang kawasan Cadiz, Lisbon, dan Sevilla. Sang Amir mengkhawatirkan serangan susulan dari orang-orang utara yang waktu itu sedang ganas-ganasnya.
| BACA JUGA : MUHARRAM 1400, AL-MAHDI PALSU DAN KISAH PEMBAJAKAN MASJIDIL HARAM
Ada pula Abu Bakar ath-Tharthusyi (451-520) dalam Sirajul-Muluk fi Sulukil Muluk. Sejarawan asal Tortosa, Tarragona itu melaporkan tentang bangsa Viking sekitar tahun 970 M di salah satu tulisan tentang perjalanannya. Ia juga mengatakan tentang orang-orang dan kota yang ditempati oleh bangsa Viking, yaitu Schleswig, sebuah kota besar yang terletak di samudera. Di dalamnya terdapat sumber air tawar. Penduduk di sana memuja Sirius, kecuali beberapa yang beragama Kristen.
Dari Daulah Abbasiyah ada sejarawan dan geografer kepercayaan Khalifah al Ma’mun bin Harun ar-Rasyid, yaitu Abul Qasim Ibnu Khurradadzbih. Pada tahun 844, penulis Al-Masalik wal-Mamalik itu telah menceritakan tentang bangsa Rus dari kawasan utara. Ia menggambarkanmereka sebagai pedagang budak, bulu binatang, dan senjata. Melihat jangkauan bangsa Viking sebagai bangsa penakluk yang terkemuka dalam perdagangan budak, bukan tidak mungkin yang dimaksud bangsa Rus oleh Ibnu Khurradadzbih itu mencakup suku-suku dari utara, termasuk bangsa Viking.
Selain itu, ada Ahmad bin Abbas Ibnu Fadhlan, sejarawan Abbasiyah dari awal abad ke-4 H. Ibnu Fadhlan–yang pernah diutus ke Bulgar Volga tahun 310 H–menggambarkan orang-orang Rus sebagai sosok manusia dengan fisik yang sempurna: bertubuh tinggi, berambut pirang dan kemerah-merahan.
Dari sumber Eropa, dalam buku Yearbook of Muslims in Europe Volume 6 yang terbit pada 2017 mengungkapkan Raja Hakon Hakonsson dari kerajaan Norwegia kuno pernah mengirim hadiah besar kepada sultan kerajaan Tunisia di abad ke-12 M atau sekitar abad ke-6 H. Selanjutnya, Sultan mengirim utusan untuk mengucapkan terima kasih sekaligus membuka opsi kerja sama antarkedua kerajaan.
Selain bukti dalam buku-buku sejarah, banyaknya artefak bertuliskan Arab yang ditemukan semakin memperkuat teori bahwa Islam telah masuk ke Skandinavia lebih awal dari perkiraan banyak orang. Temuan-temuan itu berupa bejana perunggu, koin bertuliskan Arab, kostum dan aksesori, bejana kaca, manik-manik, timbangan, hingga pemberat. Benda benda itu ditemukan dari hasil penggalian di wilayah Birka dan Gamla Uppsala,Swedia, pada akhir abad ke 19 dan pertengahan abad 20.
Di antara bukti-bukti fisik tersebut, yang paling penting adalah cincin yang ditemukan di dalam kuburan seorang wanita di dekat Birka, Swedia. Cincin tersebut terbuat dari paduan perak dan kaca berwarna merah muda dengan tulisan lafal Allah. Meskipun begitu, tetap sulit untuk mengidentifikasi etnis atau agama wanita tersebut karena ia juga mengenakan pakaian tradisional Skandinavia.