Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), debat adalah suatu pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi argumen untuk mempertahankan pendapat masing-masing. Dalam dunia Islam, berdebat adalah satu aktivitas yang dilegalkan. Berdebat dilakukan untuk mencari kebenaran. Oleh karena itu, dalam berdebat ada batasan-batasan tersendiri yang harus diperhatikan kedua belah pihak agar perdebatan bisa terlaksana dengan baik dan sesuai tuntunan syariat. Dalam Surah an-Nahl ayat 125, Allah berfirman: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan debatlah mereka dengan cara yang baik…” Ketika membahas lafaz wajadilhum di ayat tersebut, Ibnu Katsir dalam Tafsirnya mengatakan bahwa seseorang yang mengajukan alasan dalam berdebat hendaklah dilakukan dengan cara yang baik dan lemah lembut dalam berbicara. Pendapat ini juga dikutip oleh Syekh Thaskurizadah dalam karyanya, RisalatulAdab.
Karena itulah, dalam berdebat, ada beberapa adab atau etika yang harus dipenuhi. Baik sebelum pelaksanaan debat, ketika, dan sesudah perdebatan. Berikut akan kami bahas satu-persatu.
Etika Berdebat Menurut Syekh Ahmad bin Sulaiman Ayyub
Syekh Ahmad bin Sulaiman Ayyub dalam kitab Mausuatu Mahasinil-Islam, menyebutkan segelintir adab-adab sebelum berdebat, di antaranya adalah:
- Ikhlas karena Allah subhanahu wa taala: Seorang pendebat harus memurnikan niatnya hanya kepada Allah, tidak kepada yang lainnya seperti urusan dunia, jabatan, ingin popularitas, disanjung atau dihormati manusia, dan yang lainnya.
- Mendahulukan takwa kepada Allah: Takwa adalah bentuk kepatuhan seorang hamba untuk menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Seorang pendebat harus menyampaikan kebenaran yang dia yakini, meskipun dia harus menanggung risikonya.
- Tidak fanatik, serta menerima kebenaran dari siapa pun lawan debatnya: Fanatik sendiri adalah istilah yang digunakan untuk menyebut suatu perilaku yang menunjukkan ketertarikan terhadap sesuatu secara berlebihan. Dalam dunia perdebatan, sifat ini sangat tidak dianjurkan.
- Menghindari berdebat dengan orang yang hanya ingin perdebatan, bukan mencari kebenaran: Tujuan dari berdebat adalah mencari kebenaran, sehingga menuruti seseorang yang tidak memiliki keinginan tersebut hanya akan sia-sia dan membuang waktu saja.
Selanjutnya, ada beberapa adab lain yang disebutkan oleh Syekh Ahmad bin Sulaiman dalam kitabnya ini, seperti berperangai dengan akhlak yang baik, serta selalu berharap kepada Allah untuk diberikan taufik-Nya dalam menegakkan kebenaran.
Selain Syekh Ahmad bin Sulaiman, ada juga beberapa adab sebelum berdebat yang disebutkan oleh Syekh Thaha Jabir Fayyad al-Alwani di dalam kitabnya yang bertajuk Adabul-Ikhtilaf fil-Islam, yakni memulai perdebatan dengan husnuzan (prasangka baik) terhadap sesama Muslim. Prasangka ini sangat penting, karena jika sejak awal sudah tidak percaya dengan gagasan yang disampaikan orang lain, seterusnya kita akan selalu menolak apa yang ia katakan bahkan jika itu benar sekalipun.
Baca Juga: Perjuangan Terus Berlanjut
Etika Berdebat Menurut Syekh Thaskurizadah
Berikutnya, adab ketika berdebat. Syekh Thaskurizadah dalam kitabnya yang berjudul Risalatul-Adab menjelaskan beberapa adab ketika berdebat. Berikut di antaranya:
- Menyederhanakan (iqtishad) pembicaraan: Seorang pendebat hendaknya menghindari ungkapan atau pembicaraan yang sedikit namun mempunyai makna yang luas (ijaz), atau sebaliknya, kalimat yang dia ungkapkan banyak, namun makna yang terkandung di dalamnya nihil (ithnab).
- Mengungkapkan kalimat yang jelas: Seorang yang sedang berdebat dituntut untuk tidak menggunakan kalimat-kalimat yang masih abu-abu; jarang diketahui, sulit dipahami, serta kalimat yang masih global. Jika perlu menjelaskan lebih rinci dari apa yang dia sampaikan, itu sah-sah saja dilakukan.
- Menjauhi reaksi atau perbuatan yang terkesan meremehkan kepada lawan debat: Reaksi atau perbuatan seperti tertawa terbahak-bahak, meninggikan suara, menunjuk-nunjuk, membentak, mencaci-maki, dan lainnya sebaiknya dihindari.
- Menghargai pendapat orang lain sejauh pendapat tersebut mempunyai dalil: Dengan menghargai argumen orang lain, orang lain akan menghargai apa yang kita katakan.
Setelah adab-adab di atas dijalankan dengan baik, akhiri perdebatan dengan komitmen untuk menjalankan kebenaran yang ditemukan bersama. Jika tidak dicapai kesepakatan akan kebenaran, hendaklah saling memaklumi dan menghargai. Bukan malah mencaci-maki.
Dengan memperhatikan hal-hal di atas, perdebatan yang dilakukan akan lebih efektif dan tidak menimbulkan perdebatan-perdebatan yang sia-sia. Perbedaan argumen akan menjadi warna yang menarik. Argumen-argumen itu justru akan menambah wawasan tersendiri, serta dapat membuka pandangan setiap individu. Pada akhirnya, keputusan dan kesepakatan akan diperoleh dengan hasil terbaik. Wallahu a’lam.
Moh Ainul Yaqin AW/sidogiri