Hidup memang butuh bercanda. Dari canda akan muncul tawa yang dapat meringankan sedikit beban otak. Dengan tertawa, masalah akan terlupakan sejenak. Terjadi sedikit peregangan saraf yang berpengaruh pada kondisi fisik maupun psikis. Dari canda, orang tidak mudah marah. Resiko darah tinggi kemungkinan juga akan berkurang.
Namun canda dan tawa harus tetap pada porsinya. Jika tidak, maka yang terjadi adalah hal yang buruk. Tertawa yang berlebih akan menyebabkan lalai dan lupa akan karunia Allah. Bahkan, membuat hati menjadi keras. Allah berfirman:
اَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْ تَخْشَعَ قُلُوْبُهُمْ لِذِكْرِ اللّٰهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّۙ وَلَا يَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْاَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوْبُهُمْۗ وَكَثِيْرٌ مِّنْهُمْ فٰسِقُوْنَ ١٦ اِعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ يُحْيِ الْاَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَاۗ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ
“Belum tibakah waktunya bagi orang orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik. Ketahuilah bahwa Allah yang menghidupkan bumi setelah matinya (kering). Sungguh, telah Kami jelaskan kepadamu tanda-tanda (kebesaran Kami) agar kamu mengerti.” (QS Al Hadid :16-17)
Dalam Tafsîr Jalalain diterangkan bahwa ayat ini adalah teguran kepada para shahabat Nabi. Ayat ini turun ketika para shahabat Nabi terlalu banyak bercanda, bergurau dan saling melempar tawa, sehingga lalai akan Allah.
Allah mengingatkan dengan bertanya kepada para shahabat nabi tentang waktu untuk mengingat-Nya secara khusuk. Tidakkah mereka sadar, bahwa waktu yang mereka habiskan dengan banyak tawa hanya sia-sia. Padahal ciri orang beriman adalah selalu mengingat Allah dan menaati segala perintah-Nya.
Lebih lanjut, Allah memerintahkan untuk tidak meniru keadaan orang-orang Ahli Kitab sebelum mereka. Mereka selalu bercanda, tertawa dan menganggap semuanya hanyalah lelucon belaka. Bahkan, terhadap kebesaran Allah pun mereka menertawakannya, menganggap itu hanyalah sihir semata. Imam Jalaluddin al-Mahalli menjelaskan bahwa mereka adalah kaum Yahudi dan Nasrani. Mereka adalah kaum-kaum yang mendustakan rasul-Nya.
|BACA JUGA: MANUSIA KELEDAI PENGGILING GANDUM
Dalam Tafsîr Jalalain dijelaskan maksud hati keras dalam ayat tadi adalah hati mereka tidak dilemaskan untuk mengingat Allah, bertadabbur akan ciptaan-Nya, dan menyadari betapa agungnya karunia Allah. Sehingga, hati mereka membatu, mengeras dan stagnan. Terhadap tanda-tanda kebesaran Allah pun, baik besar maupun kecil, zhahir maupun batin, mereka tetap lalai.
Terdapat sebuah hadits Nabi Muhammad yang menyatakan:
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ يُضْحِكُ بِهَا جُلَسَاءَهُ، يَهْوِي بِهَا مِنْ أَبْعَدَ مِنَ الثُّرَيَّا
“Sesungguhnya seseorang yang berbicara dengan perkataan yang bisa memancing gelak tawa hadirin, ia akan masuk ke jurang neraka dengan posisi paling jauh dari titik tsurayya.” (Musnad Ahmad: 2990).
Dalam kitab Hilyatul-Auliya’ wa Thabaqatul-Ashfiya’, Syekh Abu Nuaim Ahmad al-Asbihani menyatakan bahwa hadis ini adalah hadis gharib. Hadis tersebut hanya diriwayatkan oleh Shafwan az-Zubair bin Said al-Hasyimi. Hadis gharib lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah menceritakan sebuah hadis yang panjang di antaranya sabda Rasulullah:
وَلاَ تُكْثِرِ الضَّحِكَ, فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
“Janganlah kamu memperbanyak tertawa. Sesungguhnya tertawa yang banyak dapat mematikan hati.” (Sunan at-Turmidzi: 2305).
Dengan adanya hadis-hadis ini, apakah kita harus selalu serius setiap saat? Ternyata tidak. Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, Imam al-Ghazali menceritakan banyak riwayat bahwa Nabi terkadang juga melempar guyonan kepada orang di sekitarnya (seperti disebutkan dalam artikel-artikel sebelumnya).
Habib Abdullah bin Husain bin Thahir dalam kitabnya Sullamut- Taufiq mengutip pernyataan al-Hasan bahwa candaan yang tidak keterlaluan dan terus-menerus, diperbolehkan.Candaan dianggap baik dan sebagai media relaksasi dari ketegangan asalkan tidak sampai berlebihan. Terlalu banyak tertawa bisa menyebabkan hati keras (Sullamut-Taufiq, 69).
Demikian pula dikatakan Imam Nawawi dalam kitab al-Adzkâr an- Nawawiyah, guyon diperbolehkan selama tidak keterlaluan dan tidak terus-menerus. Karena guyon yang kelewat batas berpotensi menghabiskan waktu untuk menyakiti orang lain, mengakibatkan kedengkian dan hilangnya kewibawaan. Jika guyon sesekali dilakukan untuk kemaslahatan, membuat nyaman lawan bicara, tentu tidak ada larangan sama sekali. Bahkan malah seperti ini disunahkan. (al-Adzkâr an-Nawawiyah, 326).