Di era global yang serba media digital seperti saat ini, kita tidak perlu lagi bersusah payah dalam melakukan apapun dan tak perlu mengeluarkan energi berlebih untuk mendapatkan segala sesuatu. Malah sebaliknya, justru segala sesuatu mengejar-ngejar kita tanpa henti dalam setiap detiknya, membikin kita terjebak di dalam pilihan-pilihan rumit yang seringkali mengacaukan rencana rencana kita sebelumnya.
Suatu misal, untuk mendapatkan berita paling aktual, Anda perlu keluar rumah sepagi mungkin menuju kios koran yang jaraknya tidak dekat, atau harus rela jeda beberapa waktu sembari menunggu loper koran melemparkan koran dengan bau kertasnya yang khas ke pintu rumah Anda. Tapi untuk saat ini, justru portal portal berita yang berlomba-lomba mengantarkan berita-berita teraktual mereka ke hadapan Anda, dan berita berita itupun membanjiri akun sosial media Anda setiap saat.
Maka kali ini, media-media tidak bisamengontrol Anda. Pada masa lalu, ketika Anda membaca berita yang paling aktual di koran langganan Anda, koran itu pasti dengan leluasa mengontrol otak Anda dengan opini mereka, sebab Anda tidak punya pilihan lain selain berita versi koran itu. Tapi kali ini hal itu tidak akan terjadi lagi, karena setiap portal berita itulah yang berpacu menyodorkan berita aktual versi mereka ke hadapan Anda, sehingga suara yang sampai pada Anda tidak lagi tunggal, melainkan bisa sangat beragam. Ya, pikiran Anda kali ini tidak bisa dikontrol oleh suatu portal berita, tapi masalahnya sekarang adalah, justru Anda yang dibikin pusing dengan keberagaman versi itu: Anda sulit menentukan manakah yang benar dari versi-versi itu?
Nah, fenomena perubahan yang benar-benar radikal seperti itu tidak hanya terjadi dalam urusan berita saja, melainkan juga terjadi dalam hampir setiap urusan manusia posmodern saat ini. Lompatan hebat dunia digital ini memang telah memberikan kemudahan dan kenyamanan pada umat manusia, namun seperti sudah saya katakan, hal itu justru juga seringkali membikin Anda terdesak pada pilihan-pilihan rumit, atau mendorong Anda untuk mengambil apa yang tidak Anda rencanakan sebelumnya.
Ketika Anda sedang asyik membaca berita politik ter-update yang ingin Anda ketahui, misalnya, tiba-tiba di layar telepon pintar Anda muncul berita sepak bola, dan ternyata Anda memang tertarik. Akhirnya urusan politik Anda tinggalkan begitu saja. Namun ketika Anda sedang enjoy membaca berita sepak bola, tiba-tiba di layar telepon pintar Anda muncul iklan sepeda, dan kebetulan Anda memang suka sepeda. Akhirnya iklan itu Anda klik, dan urusan sepak bola yang belum tuntas itu Anda abaikan begitu saja. Begitulah seterusnya, sehingga rangkaian ini membawa Anda pada perantauan dunia maya yang tidak berujung, dan benar benar membikin Anda tersesat di tengah tengah belantaranya.
| BACA JUGA : BERFANTASI DENGAN ARTIS SAAT HUBUNGAN INTIM
Nah, begitu pula halnya dengan urusan ikon-ikon yang setiap harinya berseliweran di sosial media. Mereka semua hadir menemui Anda tanpa diundang. Merekalah yang datang kepada Anda meminta like, subscribe, dan share, untuk konten-konten gratis yang mereka berikan. Maka, sama halnya dengan soal berita tadi, ikon-ikon ini juga tidak akan sepenuhnya memonopoli kontrol terhadap pikiran Anda, sebab ikon-ikon lain juga menjejali Anda dengan suguhan suguhan mereka.
Namun bagaimanapun mereka semua bisa menjebak Anda pada kerumitan-kerumitan yang tidak Anda duga, bersebab banyaknya pilihan. Ketika semisal Anda sedang berada di rumah dan merasa lapar, maka Anda akan segera membuka lemari makanan di dapur. Namun sial sekali di dalamnya hanya ada mie instan. Maka Anda pun tidak akan berpikir panjang, dan langsung memasaknya, lalu menyantapnya dengan lahap. Perut Anda pun jadi kenyang, dan pikiran Anda tidak stres. Tapi ketika dalam kondisi normal Anda pergi ke restoran, kemudian pelayan menyuguhi Anda daftar menu, yang ternyata semuanya menarik, Anda perlu waktu yang cukup lama sebelum akhirnya menentukan pilihan yang tidak benar-benar sreg, dan seringkali Anda dibuat stres oleh banyaknya pilihan itu.
Maka berkenaan dengan ikon-ikon atau figur-figur seperti itu, apakah sebenarnya yang harus kita lakukan agar tidak terjebak pada ikon-ikon dunia digital yang tidak benar, di mana kita mengidolakan mereka hanya karena mereka memiliki sisi-sisi tertentu yang berkesesuaian dengan kecenderungan nafsu kita? Di sini penulis melihat bahwa setiap umat Islam memerlukan patokan patokan yang tegas dan jelas, sebagai pegangan agar mereka tidak memilih idola seperti halnya memilih kucing dalam karung. Patokan itu setidaknya adalah sebagai berikut:
Pertama, agama adalah standar utama. Seperti halnya memilih calon jodoh, yang harus menjadikan agama sebagai standar utama, sedangkan sisi-sisi yang lain tak lebih dari sekadar aksesoris belaka, maka begitu pula halnya dengan memilih idola. Pastikan bahwa agama idola kita adalah Islam. Jika tidak beragama Islam, jangan sekali-kali menjadikan dia sebagai idola, betapapun sangat hebat prestasinya. Anda tak perlu berdalih bahwa saya menjadikannya sebagai idola hanya dalam hal olahraga ini dan itu, misalnya. Karena setiap idola pasti memiliki tempat yang khusus di hati penggemar. Rasulullah bersabda dalam sebuah hadis, bahwa “seseorang itu akan dikumpulkan kelak bersama orang yang dicintainya”. Maka bagaimana jika idola yang kita cintai itu bukan seorang Muslim? Sungguh berbahaya. Maka berhati-hatilah. Karena ini serius. Tidak main-main.
Kedua, lalu bagaimana jika kita masih bingung dengan idola-idola yang Muslim? Idola Muslim seperti apa yang patut kita idolakan? Maka untuk hal ini, pilihlah idola Muslim yang paling konsisten dengan ajaran-ajaran pokok agama Islam, seperti sering diberitakan bahwa dia rajin shalat berjamaah, rajin membaca al-Quran, dan sebagainya. Di samping itu, apa yang dilakukan oleh idola itu harus berkesuaian dengan nilai nilai universal Islam, seperti berakhlak dengan akhlak-akhlak Islami, menjauhi keburukan-keburukan yang jelas dilarang Islam seperti minum khamr, pacaran, dan semacamnya. Tentu lebih sempurna lagi kalau idola yang kita pilih itu juga menunjukkan ghirah keislaman yang sangat kuat, seperti sering membela umat Islam yang tertindas di negeri negeri kafir, melakukan protes terhadap penjajahan Israel atas Palestina, dan semacamnya.