Wilayah Plaju, Palembang timur, Sumatra Selatan adalah wilayah yang menjadi rebutan di saat Perang Dunia ke-II, pasalnya di wilayah tersebut terdapat kilang minyak tertua di Indonesia dan juga terbesar di Asia Tenggara pada zamannya. Saat ini kita mengenalnya dengan sebutan Kilang Plaju, salah satu kilang besar milik Pertamina.
Kilang Plaju didirikan pada tahun 1904 oleh Royal Dutch Shell, perusahaan perminyakan multinasional dari Belanda, kemudian pada tahun 1907 Kilang Plaju diserahkan kepada anak perusahaan Shell yaitu BPM. N. V. Bataafsche Petroleum Maatschappij atau disingkat menjadi BPM (yang nantinya berubah menjadi PT Shell Indonesia).
Pada masa Perang Pasifik, tentara Jepang menyerang Kilang Plaju lewat serangan udara dan pasukan terjun payungnya, akhirnya dengan mudah Kilang Plaju jatuh ke tangan Jepang. Hal inillah yang memantik Amerika dan Inggris untuk turun tangan untuk merebut kembali Kilang Plaju, kehilangan Plaju berarti mereka akan kehilangan pasokan bahan bakar untuk perang melawan Jepang, yang tentunya bisa berakhir tragis dengan kekalahan sekutu di Asia Tenggara. (perlu diketahui pada saat Perang Dunia ke-II Kilang Plaju menyumbang sekitar 20% bahan bakar militer Jepang!).
Maka pasukan udara Amerika Serikat (United States Army Air Force atau disingkat USAAF) melakukan kerjasama dengan pasukan udara Krajaan Inggris (Royal Air Force atau RAF) demi merebut Kembali Kilang Plaju yang sangat dibutuhkan dalam akomodasi perang.
Persiapan awal dimulai pada Mei 1944, sebanyak 54 pesawat pengebom berat jenis B-29 Superfortress dipersipakan. Titik kumpul pasukan sekutu ada di China Bay Air Port, Ceylon (sekarang Sri Langka) yang saat itu merupakan wilayah jajahan Inggris. Amerika dan Inggris berbagi tugas, USAAF tugas utamanya adalah menyiapkan personal yang siap diterjunkan ke medan tempur, sedangkan RAF menyiapkan suplai kebutuhan akomodasinya.
Setelah persiapan matang, pasukan Amerika bersiap berangkat pada tangal 10 Agustus 1944, dan mulai memasuki wilayah udara Palembang pada malam harinya. Ada tiga prencanaan dalam operasi ini: Pertama target utama adalah Kilang Plaju tempat sentral pengisian bahan bakar militer. Target sekunder adalah wilayah sekitaran kilang minyak, mencangkup jalan maupun sungai yang menjadi penghubung antara Plaju dan wilayah lainnya. Dan bila target utama tidak tercapai maka Amerika membidik target ketiga yaitu Pabrik Semen Indarung di Padang.
Jepang tidak tinggal diam, mereka membentuk Markas Besar Pertahanan Udara Palembang yang terdiri dari Resimen-resimen Pertahanan Udara ke-101, 102 dan 103 dan Batalion Meriam Mesin ke-101. Setiap Resimen Pertahanan Udara dipersenjatai dengan 10 meriam Tipe 88 75 mm AA. Mereka bertanggung jawab untuk mempertahankan kilang minyak di Sumatera selatan melawan serangan udara Amerika.
Senjata-senjata antipesawat Jepang dan pesawat tempur ditugaskan untuk menjaga Palembang namun mereka gagal menjatuhkan satu pun pesawat musuh. Amerika hanya kehilangan satu pesawat tempurnya, itupun kerena faktor kehabisan bahan bakar dalam perjalanan pulang.
Di sisi lain serangan Amerika terhadap fasilitas minyak strategis di Palembang tidak berjalan sukses, mereka hanya bisa merusak satu kilang minyak saja, salah satu faktornya adalah karena kondisi Palembang yang gelap tanpa penerang yang cukup, juga cuaca yang tidak sesuai harapan disebabkan awan mendung menutupi wilayah tersebut. Walhasil Kilang Plaju masih aman dalam genggaman Jepang hingga tahun 1945, saat mereka kalah dalam Perang Dunia kedua.
Kilang Plaju masih beroprasi sampai sekarang, kilang minyak ini saat ini menjadi aset berharga Pertamina, Kilang Plaju bisa memproduksi minyak 133.000 barel per hari, dan menjadi Kilang minyak tertua di Indonesia.
Fauzan Imron/Sidogiri