Oleh: Nurul Yakin
Dalam tatanan istilah remaja, jomblo merupakan sebuah aib. Jomblo –versi remaja- mengindikasikan bahwa kita tidak laku, kurang pergaulan, tidak mengikuti perkembangan zaman, dan lain semacamnya. Parahnya, orang yang anti terhadap pacaran dikatakan sok alim, sok suci dan sok-sok yang lain.
Kian hari, media mencekoki pikiran anak muda dengan nikmatnya pacaran. Berbagai adegan mesra mereka tampilkan. Remaja diarahkan untuk mengekspresikan rasa cinta dengan pacaran. Belum lagi sebuah acara yang mendukung masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan cintanya.
Secara etimologi jomblo adalah perempuan tua yang tidak laku-laku atau perawan tua. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, terjadi perluasan makna pada kata jomblo. Kini, jomblo dimaknai sebagai julukan ‘trendi’ buat mereka (baik laki-laki maupun perempuan) yang masih sendiri.
Sedangkan dalam Islam, jomblo itu ialah seorang yang belum mampu menikah. Lalu dalam Islam pun menganjurkan pemuda yang masih jomblo itu hendaknya berpuasa. Seperti sabda Rasululllah menjelaskan bagaimana seharusnya jomblo itu bersikap.
“Wahai para pemuda, barang siapa di antara kamu sekalian yang telah mampu, maka hendaklah menikah, karena sesungguhnya menikah itu dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan, dan barangsiapa yang belum mampu menikah, maka berpuasalah, karena dengan berpuasa dapat menjadi penghalang (benteng ) untuk melawan nafsu.“ (HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi). Namun, bersabar dalam status menjomblo merupakan hal yang mulia dalam agama Islam. Banyak manfaat yang bisa diperoleh oleh muslimah yang tetap setia dan merasa happy pada kejombloannya sampai ikatan halal menjemputnya.
Jauh dari Maksiat
Islam melaramg keras perzinahan. Bahkan sesuatu yang mendekati perzinahan pun juga dilarang sebagaimana dalam al-Quran, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan sesuat jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32). Di antara jalan yang membawa pada perzinahan adalah pacaran, karena ketika berpacaran peluang untuk mengerjakan sesuatu yang dilarang agama sangat besar; berpegangan tangan, berpelukan, hingga bercumbu. Dan hal tersebut sudah dianggap lumrah dalam berpacaran.
Puncaknya, tidak menutup kemungkinan dua sejoli yang dirundung asmara nekat melakukan hal yang seharusnya dilakukan setelah pernikahan. Kerugian akan menimpa si perempuan ketika pasangannya tidak mau bertanggung jawab.
Tidak Membuang Waktu
Waktu akan terkuras percuma buat sang pacar. Hampir selama 24 jam dihabiskan untuk telpon, SMS dan chatting. Semua pekerjaan akan terbengkalai, karena lebih memprioritaskan kebutuhan sang kekasih daripada pekerjaannya.
Padahal masih banyak aktivitas yang lebih bermanfaat daripada jalan-jalan dengan pacar yang hanya menghabiskan uang. Lebih-lebih muslimah yang masih berada di bangku pendidikan.
Nabi r mewanti-wanti umatnya untuk meninggalkan sesuatu yang tidak ada gunanya, “Sebagian dari keindahan keislaman seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat” (HR. Ibnu Majah). Dalam masalah pacaran, selain tidak bermanfaat, kerugian yang kita alami berlipat-lipat.
Mengembangkan Diri
Jomblo akan lebih banyak memiliki waktu untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas diri. Banyak pengalaman yang harus dicoba dan banyak ilmu yang harus dipelajari. Semuanya butuh fokus dan waktu yang cukup banyak untuk mengarungi segala hal yang berkaitan dengan peningkatan kualitas diri.
Dalam mengembangkan diri konsentrasi dibutuhkan. Jika pikiran kita bercabang-cabang, maka jangan harap inspirasi akan muncul untuk berkreasi. Dan pacaran merupakan penghambat bagi muslimah yang ingin mengembangkan dirinya, karena secara tidak sadar seseorang yang dirundung cinta akan berbuat apapun yang bisa membuat sang kekasih bahagia.
Jika sejenak kita mau instropeksi diri dengan kepala dingin, maka dapat dipastikan segala macam bentuk keburukan terjadi karena motivasi yang tinggi dari rasa tak pernah puas sebagai watak khas makhluk yang bernama manusia. Dan kapan saja, di mana saja, perasaan tak pernah puas selalu memegang peranan penting, seperti halnya dalam berpacaran. Pacaran adalah ketidakpuasan yang berlanjut untuk sebuah pembuktian cinta.
Ketika hati seorang lelaki terpaut pada kita, pernyataan cintanya bukanlah sebuah bukti akan ketulusannya, tetapi, keberaniaannya untuk meminang kepada orang tua kita yang membuatnya layak menyandang sebagai lelaki sejati.
Pacaran bukanlah solusi untuk meretas kesedihan. Malah dengan hubungan yang tidak halal tersebut, keadaan kita semakin tak menentu, karena tak sedikit seseorang yang nekat bunuh diri karena sakit hati.
Para muslimah bisa mengambil hikmah terhadap Eno Parinah (19). Gadis Banten tersebut mengalami nasib nahas. Ia dibunuh secara sadis oleh pacarnya, karena Eno menolak diajak berhubungan badan setelah terjadi kontak mesra di antara keduanya. Kemaluan korban (maaf) dimasuki cangkul sepanjang 65 sentimeter sampai ke dada Eno, hingga merusak hati dan paru-parunya. Kasus tersebut telah menjadi bukti bahwa tak ada manfaat sama sekali dalam berpacaran.
Jika mau melepas status jomblo melalui pacaran sesungguhnya itu sedang menjerumuskan dalam kerugian. Di dunia sering berakhir dengan air mata kesedihan. Lebih-lebih di akhirat akan lebih parah lagi. Jika sekarang masih pacaran, segera putuskan pacarnya dan jadilah jomblo, agar tidak menyandang posisi yang merugikan. Satu lagi, kita harus jadi ‘Jomblo Sampai Halal’.
*Penulis adalah Pustakawan Sidogiri, asal Surabaya