SUNGGUH indah kasih sayang dan anugerah Tuhan pada umat akhir zaman ini. Keberadan al-Quran tidak hanya sebagai mukjizat Nabi dan pedoman hidup. Ia diturunkan juga sebagai hadiah eksklusif umat ini sebagai wasilah mendekatkan diri dan berdialog dengan Tuhan; sebagai sumber memupuk kebaikan dan mengalirnya pahala.

Tulisan berikut merupakan sharing lanjutan dari tulisan pada edisi sebelumnya berkaitan dengan hal-hal penting ketika membaca al-Quran. Semoga bermanfaat. Amin.

Cara Membaca

Dalam hal bacaan, ada beberapa poin yang perlu menjadi perhatian, yaitu:

1) Tartil

Artinya, membaca al-Quran dengan jelas dan tepat bunyi tiap-tiap huruf. Membaca al-Quran dengan tartil adalah sunah. Sebab, salah satu tujuan penting dalam membaca al-Quran adalah menghayati dan merenungkan ayat-ayat al-Quran (tafakur). Dan tartil dapat memudahkan seseorang dalam tafakur. Ummu Salamah dalam beberapa riwayat (Imam an-Nasai, Abu Daud, dan at-Tirmidzi) menyebutkan bahwa Rasulullah membaca al-Quran dengan menjelaskan bunyi huruf demi huruf. Ibnu Abbas berkata: “Sesungguhnya aku membaca surat al-Baqarah dan Ali Imran, dengan aku tartilkan dan aku pahamkan akan pengertiannya, adalah lebih aku sukai daripada membaca al-Quran seluruhnya dengan cepat-cepat.”

Imam Mujahid pernah ditanya mengenai dua orang yang melaksanakan salat, lama berdiri keduanya dalam salat sama, akan tetapi yang seorang membaca surah al-Baqarah saja, sedang yang seorang lagi membaca al-Quran seluruhnya, maka Imam Mujahid menjawab: “Keduanya tentang pahala yang diperoleh adalah sama.”

Imam al-Ghazali menyebutkan bahwa tartil disunahkan tidak untuk semata-mata mempertimbangkan pemahaman artinya. Akan tetapi juga mempertimbangkan bagi orang ‘Ajam (orang non-Arab) yang tidak memahami arti al-Quran, bahwa bagi mereka (‘Ajam) pelan-pelan dalam bacaan lebih mendekatkan kepada pemuliaan dan penghormatan dan lebih membekas dalam hati, daripada secara cepat dan terburu-buru. (Lihat: Ihya ‘Ulumiddîn, 1/348; Sunan Abu Daud, 1/548; Sunan Ibnu Mâjah, 1/426)

2) Membaca dengan Suara Keras atau Pelan

Imam al-Ghazali menyimpulkan beberapa riwayat hadis yang membicarakan bacaan dengan suara keras (Jahr) dan pelan (Sirr). Bahwa membaca al-Quran secara pelan adalah menjauhkan dari ria dan berbuat-buat (tashannu’). Maka, bagi seseorang yang khawatir demikian (ria dan tashannu’) lebih utama membaca dengan suara samar. Jika ia tidak khawatir hal negatif dalam hati dan tidak mengganggu orang lain, maka membaca dengan suara keras adalah lebih utama. Karena membaca secara keras amalnya dicatat lebih banyak dan juga memunculkan faedah yang berkaitan dengan orang lain yang mendengarnya. Kebaikan yang menjalar pada orang lain adalah lebih utama daripada yang hanya terhenti pada diri sendiri. Jahr juga memotivasi hati si pembaca dan menggerakkan pikirannya untuk menghayati pada apa yang dibaca.

(Lihat: Ihya ‘Ulumiddîn, 1/349-350)

3) Memperbagus Bacaan

حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ وَابْنُ نُمَيْرٍ أَخْبَرَنَا الْأَعْمَشُ عَن طَلْحَةَ بْنِ مُصَرِّفٍ عَن عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْسَجَةَ عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَيِّنُوا الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ -مسند أحمد  (30 / 636(

 “Hiasilah al-Quran dengan suaramu!”

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَذِنَ اللَّهُ لِشَيْءٍ مَا أَذِنَ لِلنَّبِيِّ أَنْ يَتَغَنَّى بِالْقُرْآنِ– صحيح البخاري (6 / 191(

 “Allah tidak mengizinkan untuk sesuatu kepada Nabi sebagaimana izin-Nya untuk membaguskan suara dengan al-Quran”

حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ شِهَابٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ -صحيح البخاري (9 / 154(

 “Tiadalah dari golongan kami orang yang tiada berlagu dengan al-Quran”

Diriwayatkan bahwa Rasulullah pada suatu malam menunggu Sayidah Aisyah. Maka sesudah begitu lambat, barulah Sayidah Aisyah datang. Lalu Rasulullah bertanya: “Apakah yang menghambatmu sampai terlambat?” Sayidah Aisyah menjawab: “Wahai Rasulullah aku mendengar seorang laki-laki membaca al-Quran dan belum pernah aku mendengar suara yang lebih merdu dari itu!” Maka Rasulullah pun bangun pergi mendengar, sehingga lamalah beliau mendengar kemudian baru pulang, seraya bersabda: “Yang membaca itu adalah Salim, Maula-nya Abu Hudzaifah! Segala puji bagi Allah yang menjadikan umatku seperti dia.”

(Lihat: Ihya ‘Ulumiddîn, 351; Sunan Ibnu Majah, 1/425)

M Romzi Khalik/sidogiri

Baca juga: Meraih Berkah Dengan Niat

Spread the love